
Belanja impulsif adalah kebiasaan yang sering kali sulit dikendalikan, terutama di era digital dengan kemudahan akses ke e-commerce dan strategi pemasaran yang mendorong pembelian spontan. Untuk mengatasi kebiasaan ini, tren No-Buy Challenge yang populer di TikTok awal tahun 2025 hadir sebagai tantangan menarik yang mengajak pengguna media sosial berhenti membeli barang non-esensial dalam jangka waktu tertentu. Barang non-esensial dalam konteks ini diartikan sebagai barang yang tidak benar-benar dibutuhkan dan tidak memberikan manfaat yang signifikan. Selain mengurangi pembelian barang yang non-esensial, No-Buy Challenge banyak diikuti oleh pengguna media sosial karena membantu individu lebih sadar dalam mengelola keuangan dengan menekankan pentingnya membedakan antara kebutuhan dan kepentingan.
The Psychology of Spending: Mengapa Kita Sering Membeli Barang yang Tidak Dibutuhkan?
Menurut penelitian Celestine & Vanitha (2021), terdapat beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi kebiasaan konsumtif seseorang. Salah satunya adalah pola pembelian impulsif yang berkaitan erat dengan kondisi emosional. Studi menunjukkan bahwa individu yang mengalami stres atau kecemasan cenderung lebih rentan terhadap perilaku belanja yang tidak terkendali (Vohs & Faber, 2007). Studi lain juga menunjukkan belanja dapat menghadirkan kegembiraan dan kepuasan yang instan, sehingga sering dijadikan coping stress bagi sebagian orang.
Selain faktor emosional, pengaruh media sosial dan digital marketing juga memainkan peran besar dalam membentuk pola konsumsi seseorang. Tren “must have culture” dan promosi yang dilakukan oleh para influencer sering kali mendorong individu untuk membeli barang demi mengikuti gaya hidup ideal yang ditampilkan di media sosial. Dalam banyak kasus, seseorang membeli barang bukan karena kebutuhan, tetapi karena ingin meningkatkan image-nya di hadapan orang lain. Selain itu, strategi pemasaran seperti diskon terbatas dan flash sale juga memicu rasa urgensi yang membuat orang cenderung membeli tanpa pertimbangan yang matang.
Menerapkan No-Buy Challenge dapat memberikan berbagai manfaat, terutama dalam meningkatkan kesadaran dalam berbelanja. Salah satu manfaat utama adalah keuntungan finansial. Dengan mengurangi pembelian barang non-esensial, individu dapat mengalokasikan dananya untuk kebutuhan yang lebih penting, seperti menabung atau berinvestasi. Selain itu, penelitian Brown et al. (2009) menunjukkan bahwa praktik mindfulness buying dapat meningkatkan kepuasan hidup seseorang dan mengurangi keinginan untuk memiliki lebih banyak barang. Dengan kata lain, seseorang yang lebih sadar terhadap kebiasaan konsumsinya cenderung merasa lebih puas dan tidak tergoda oleh keinginan yang bersifat sementara.
Selain manfaat finansial dan psikologis, No-Buy Challenge juga berkontribusi positif terhadap keberlanjutan lingkungan dengan mendorong pola konsumsi yang lebih sadar. Hal ini juga selaras dengan tujuan SDGs ke-12, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Dengan mengurangi pembelian impulsif dan meningkatkan kesadaran dalam berbelanja, individu turut berkontribusi dalam mengurangi limbah dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan. Praktik konsumsi yang lebih bijak ini mendorong pola hidup yang lebih berkelanjutan, mendukung ekonomi sirkular, serta membantu menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.
Langkah Mudah untuk Memulai No-Buy Challenge
Memulai No-Buy Challenge bisa diawali dengan menetapkan tujuan yang jelas. Kemudian, identifikasikan barang apa saja yang termasuk dalam kelompok kebutuhan dan keinginan, lalu buat daftar barang yang dilarang dibeli selama periode tantangan. Tentukan target waktu serta anggaran agar lebih terarah. Untuk mengalihkan keinginan belanja, cobalah kegiatan alternatif seperti membaca, berolahraga, atau berkebun. Terakhir, jangan lupa untuk memantau perkembangan secara berkala untuk mengevaluasi efektivitas tantangan ini dan memastikan keberhasilannya.
Mengikuti No-Buy Challenge bukan hanya melatih kebiasaan kita untuk berbelanja dengan lebih bijak, tetapi kita juga dapat belajar hidup lebih sederhana, lebih menghargai apa yang sudah dimiliki, serta menciptakan dampak positif bagi diri sendiri dan lingkungan. Jadi, apakah #TemanUKP siap mencoba tantangan ini?
Referensi
BBC News Indonesia. (2025, Januari 2). Viral ‘No Buy Challenge’ di tengah ketidakpastian ekonomi 2025 – ‘Semakin banyak punya barang enggak membuat kita makin bahagia. BBC.com. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cgm9k7zgnn4o
Brown, K. W., Kasser, T., Ryan, R. M., Alex Linley, P., & Orzech, K. (2009). When what one has is enough: Mindfulness, financial desire discrepancy, and subjective well-being. Journal of Research in Personality, 43(5), 727–736. doi:10.1016/j.jrp.2009.07.002
Daniel, C., Chowdhury, R. M. M. I., &Gentina, E. (2024). Mindfulness, spiritual well-being, and sustainable consumer behavior. Journal of Cleaner Production, 455, https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2024.142293.
Celestin, M. & Vanitha, N. (2021). The Psychology of Spending: Why We Buy Things We Don’t Need. International Journal of Advanced Trends in Engineering and Technology, 6(2), P55-63
Rahardjo, W., Pranandari, K., ,Putri, D. E., ,Qomariyah, N., Rini, Q. K., & Andriani, I. (2023). Shopping to Release Stress? Understanding The Role of Coping Stress and Gender on Online Shopping Behavior in College Students During the COVID-19 Pandemic. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 14(1), 114-123
Salsabila, A., (2025, Januari 4). Cara Menerapkan ‘No Buy Challenge’ yang Viral di TikTok, Bikin Hemat Pengeluaran Bun!. Haibunda.com.https://www.haibunda.com/moms-life/20250103153234-76-356556/cara-menerapkan-no-buy-challenge-yang-viral-di-tiktok-bikin-hemat-pengeluaran-bun
Penulis: Hafizhah Laila Karima